Prolog
Langit begitu cerah seakan
ikut merasakan kegembiraan mahasiswa tingkat akhir yang di wisuda hari ini,
mobil-mobil berparkiran dari ujung jalan sampai ujung lagi. Para orang tua
berdatangan silih berganti memasuki auditorium terpadu itu. Entah dari desa
maupun dari kota para keluarga wisudawan tampak rapi sekali pagi itu. Senyuman
mengembang di bibir mereka. bahkan ada yang meneteskan air mata saking
bahagianya melihat putra-putrinya di wisuda hari ini.
Kebahagiaan itu juga aku
rasakan saat ini. aku merasakan dua kebahagiaan sekaligus. Yang pertama aku
bahagia karena hari ini akhirnya aku resmi lulus dari kampus tercinta ini. dan
yang kedua aku bahagia melihat dia bertoga hari ini. Senyuman manisnya semakin
membuat dia sangat tampan. Dia Nampak gugup namun tak menghilangkan raut
bahagia di wajahnya. Mata yang teduh penuh dengan impian masa depan. Dia teman
seangkatanku.
“Dimas orang tua mu sudah
datang, mereka baru saja masuk ke auditorium” putra memberitahu. Yup, DIMAS
namanya. Dimas Pratama, Nama yang indah seindah senyuman nya saat ini. Aku
mengenalnya dari temenku, cika. Cika sangat mengagumi dimas. Cika tau banyak
tentang dimas. Entah apa yang membuat cika mengagumi dimas yang menurutku gak
banget waktu itu.Namun seiring berjalanya waktu entah tba-tiba perasaan itu
tumbuh begitu saja.
H-7 Wisuda
Pagi itu aku berangkat ke
kampus dengan wajah riang. Entah apa yang membuat aku sebahagia ini. Aku
bertemu dengan Andy bersama teman-temannya di pertigaan lobby. “hei” sapa dimas
sambil melambaikan tangannya ke arahku dan cika. Cika tanpa disuruh dengan
cepat dia membalas lambaian tangan dimas dan menyempatkan berkata “hello”
dengan senyum yang kelihatan gugup. “mel, demi apa dimas menyapaku” cerocos
cika dengan gaya khasnya. “tuh kan mel, dia pasti punya perasaan yang sama
sepertiku. Lihat tuh dia masih melihat ke arah kita seakan tidak mau aku
menghilang dari kedua bola matanya” tambah cika sok puitis. “aduh sadar dong
cika, jangan terlalu kegeeran kalau jatuh sakit banget loh” balasku. “yeee kamu
syuirik amat sama aku, bilang aja kamu iri kan karena gak ada yang
memperhatikanmu” ledek cika. “terserah loh deh, aku sebagai teman Cuma bisa
mengingatkan” balasku cuek sambil terus berjalan.
Tingkah laku cika menurutku
terlalu berlebihan. Dia terlalu kegeeran sama sikap dimas kepadanya. Padahal
sikap dimas yang seperti itu belum tentu diperuntukkan untuknya. Aku agak risih
setiap kali dia curhat kepadaku tentang dimas.
H-3 wisuda
Siang ini aku berangkat ke
kampus dengan sangat malas. Kalau tidak demi cika mana mau aku ke kampus
panas-panas begini. Walaupun cika sering membuatku jengkel tapi dia sangat
perhatian kepadaku. Dia selalu mendukung semua hal yang menurut dia baik buat
aku. dia selalu ada buat aku baik dalam keadaan suka maupun duka. Sampai kapanpun
dia akan tetap menjadi teman yang terbaik.
Belum selesai aku memuji cika,
dia sudah bertingkah yang tidak-tidak. Dia mengoyak tubuhku, menunjukkan
sesosok laki-laki di depan perpustakaan. Yah kalian pasti sudah tau, siapa lagi
kalau bukan dimas.
Cika menyeretku menuju
perpustakaan, memaksaku untuk mengikutinya. Sampai-sampai dia tak sadar dia
telah menabrak sosok laki-laki yang dilihatnya tadi. Braaaakkkkk ! semua buku
yang cika bawa jatuh berserakan di lantai, wajah cika langsung memerah seperti tomat.
Cika menahan malu yang amat sangat. “ini nih bukunya, maaf” dimas mengagetkan.
“eh, eh makasi, maaf aku yang salah” sahut cika dengan salah tingkah. “aku yang
salah kok, maaf. Kalian tidak kenapa2 kan ?” tanya dimas sambil memperhatikan
sekujur tubuhku dan cika. “tidak apa2 kok” jawab cika sambil tersenyum manis.
Sebelum cika meneruskan kalimatnya aku buru-buru berpamitan kepada dimas.
“haduh mel, kenapa sih kamu ?
gak suka banget lihat teman sendiri bahagia” celetuk cika. “terserah loh deh,
aku nganterin kamu buat ngumpulin tugas akhirmu bukan untuk bertemu dimas”
jawabku jengkel. “haduh mel, kamu gak lihat apa gimana khawatirnya dimas
kepadaku, dia memperhatikan sekujur tubuhku, dia tak ingin tubuhku lecet
sedikitpun. Dugaan ku benar sekali mel dia pasti juga merasakan apa yang aku
rasakan” cerocos cika panjang lebar sampe2 dia tak sadar telah aku tinggalkan
sedari tadi.
H-2 wisuda
Sore ini aku dan cika ke
warung tenda yang biasanya ku datangi saat perut keroncongan melanda. dan ketika
kita lagi asyik-asyiknya makan tiba-tiba dimas datang. Dimas lagi-lagi
melambaikan tangannya ke arah kita dan juga menegur sapa. “hei kalian makan
disini juga ?”Tanya dimas. cika dengan cepat bertanya balik “iya, kamu tumben
makan disini ?” “iya, tadi aku lihat kalian makan disini, yah sekalian aja biar
ada temen ngobrolnya” jawab dimas sekenanya.
“mel, tuh kan dimas suka sama
aku. Buktinya dia rela makan disini, padahal kan biasanya dia gak suka makan di
tempat kayak begini” bisik cika kepadaku. Aku tidak menanggapi omongan cika
barusan. Aku meneruskan makanku dan bergegas mengajak cika pulang sebelum cika
bertingkah lagi.
Sasampai di kost aku langsung
masuk kamar. Gak biasanya cika gak cerita tentang dimas. batinku. “mel, bukain
pintunya dong, tumben banget kamu kunci pintunya” teriak cika. Belum lama aku
membatin cika sudah teriak duluan. Aku membuka pintu kamarku langsung ditampar
cerocosnya cika. dia bercerita panjang lebar tentang dimas, tentang
asumsi-asumsi kalau dimas suka sama dial ah. Tentang dimas yang selalu
memperhatikanlah dan sebagainya. Semua yang diceritakan tentang dimas.
“sudah ceritanya ?” kataku.
“kamu kok gitu sih mel ?”Tanya cika dengan nada jengkel. “kamu tuh jangan
kegeeran, siapa tau semua yang dilakukan dimas bukan untukmu, siapa tau
untuk….. ” jawabku menggantung. “untuk siapa mel ?” desak cika. “kalau bukan
untuk ku untuk siapa mel, yang selalu sama aku kan kamu. Untuk kamu maksudnya ?
jangan bilang kamu juga suka dimas ? iya ?”cerocos cika mendesak. Aku hanya
diam menanggapi omongan cika. “sudahlah mel jangan terlalu berharap,
jelas-jelas dia itu suka sama aku. siap-siap patah hati deh kamu”tambah cika
sambil meninggalkan kamarku.
Aku duduk tertegun sambil
melipat kaki. Ku akui aku juga suka dimas. hanya saja aku menyukaina dengan
caraku sendiri, tidak seperti cika yang selalu kegeeran setiap kali dimas
melakukan sesuatu padahal itu belum tentu untuknya.
Epilog
Suasana siang ini masih tetap
sama seperti pagi tadi. Senyuman para wisudawan masih mengembang di bibir para wisudawan
lulusan tahun ini. mereka sangat terlihat bahagia telah mendapatkan gelar ahli
madya yang telah dinanti-nanti selama ini. tak sedikit juga yang menangis
bahagia, terharu akan gelar yang telah didapat dengan perjuangan yang tak
mudah. Dan akhirnya mereka bisa lulus tepat waktu dan bisa membuat orang tua
mereka bangga.
Aku tak lupa mengabadikan
momen bahagia ini. aku berfoto bersama orang tua dan juga teman-temanku. Raut
bahagia sangat terlihat di muka orang-orang di sekelilingku saat ini. aku dan
cika berfoto bersama. Mengabadikan momen paling bahagia selama di kampus ini.
saking asyiknya berfoto kita tak sadar kalau ada yang memperhatikan kita dari
tadi. Dan menunggu kita selesai berfoto.
“hei, boleh aku berfoto dengan
mu?” Tanya dimas. cika dengan perasaan senang langsung mengangguk. Padahal
jelas-jelas dimas tidak mengajak cika. “kamu maksudku” dengan menunjuk aku.
demi apa dimas mengajak ku berfoto, apakah selama ini dimas menyukaiku ? apakah
selama ini sapaan dia itu untuk ku ? apakah kesengajaan di warung tenda waktu
itu karena aku ? sederet pertanyaan muncul di otak ku. Cika disampingku hanya
bisa diam mematung. Dia tidak menyangka kalau yang diajak dimas berfoto itu aku
bukan cika. Cika mencoba menahan bulir-bulir air matanya agar tidak terjatuh di
depan dimas.
Setelah aku berfoto dengan
dimas. dimas mengajak ku berbicara berdua di depan kolam. Aku tak sabar
mendengarkan kalimat itu keluar dari mulut dimas. aku menanti-nanti kalimat itu
selama ini.
“mel, aku mau Tanya sama kamu,
tapi jangan ketawa ya” kata dimas
“mau Tanya apa?”jawabku
tersenyum sedikit tertawa tak sabar menunggu kalimat itu.
“tuh kan, kamu ketawa” kata
dimas
“okelah, aku janji aku gak
ketawa” jawabku pura-pura serius
“cika itu sudah punya pacar
belum ? aku ingin foto dengannya tapi aku takut dianya gak mau. Makanna aku
ngajak kamu kesini, aku mau minta tolong bilangin ke cika aku mau foto sama dia”
kata dimas mengagetkanku.
Ternyata kalimat yang kunanti
dari mulut dia siang ini tak akan pernah terucap. Selama ini dia menyukai cika.
Aku hanya bisa diam mematung
di depan dimas. cika kamu beruntung. Untuk kali ini kamu yang menang.