Senin, 08 September 2014

Dia mencintai "Sahabatku"

Prolog
Langit begitu cerah seakan ikut merasakan kegembiraan mahasiswa tingkat akhir yang di wisuda hari ini, mobil-mobil berparkiran dari ujung jalan sampai ujung lagi. Para orang tua berdatangan silih berganti memasuki auditorium terpadu itu. Entah dari desa maupun dari kota para keluarga wisudawan tampak rapi sekali pagi itu. Senyuman mengembang di bibir mereka. bahkan ada yang meneteskan air mata saking bahagianya melihat putra-putrinya di wisuda hari ini.
Kebahagiaan itu juga aku rasakan saat ini. aku merasakan dua kebahagiaan sekaligus. Yang pertama aku bahagia karena hari ini akhirnya aku resmi lulus dari kampus tercinta ini. dan yang kedua aku bahagia melihat dia bertoga hari ini. Senyuman manisnya semakin membuat dia sangat tampan. Dia Nampak gugup namun tak menghilangkan raut bahagia di wajahnya. Mata yang teduh penuh dengan impian masa depan. Dia teman seangkatanku.
“Dimas orang tua mu sudah datang, mereka baru saja masuk ke auditorium” putra memberitahu. Yup, DIMAS namanya. Dimas Pratama, Nama yang indah seindah senyuman nya saat ini. Aku mengenalnya dari temenku, cika. Cika sangat mengagumi dimas. Cika tau banyak tentang dimas. Entah apa yang membuat cika mengagumi dimas yang menurutku gak banget waktu itu.Namun seiring berjalanya waktu entah tba-tiba perasaan itu tumbuh begitu saja.

H-7 Wisuda
Pagi itu aku berangkat ke kampus dengan wajah riang. Entah apa yang membuat aku sebahagia ini. Aku bertemu dengan Andy bersama teman-temannya di pertigaan lobby. “hei” sapa dimas sambil melambaikan tangannya ke arahku dan cika. Cika tanpa disuruh dengan cepat dia membalas lambaian tangan dimas dan menyempatkan berkata “hello” dengan senyum yang kelihatan gugup. “mel, demi apa dimas menyapaku” cerocos cika dengan gaya khasnya. “tuh kan mel, dia pasti punya perasaan yang sama sepertiku. Lihat tuh dia masih melihat ke arah kita seakan tidak mau aku menghilang dari kedua bola matanya” tambah cika sok puitis. “aduh sadar dong cika, jangan terlalu kegeeran kalau jatuh sakit banget loh” balasku. “yeee kamu syuirik amat sama aku, bilang aja kamu iri kan karena gak ada yang memperhatikanmu” ledek cika. “terserah loh deh, aku sebagai teman Cuma bisa mengingatkan” balasku cuek sambil terus berjalan.
Tingkah laku cika menurutku terlalu berlebihan. Dia terlalu kegeeran sama sikap dimas kepadanya. Padahal sikap dimas yang seperti itu belum tentu diperuntukkan untuknya. Aku agak risih setiap kali dia curhat kepadaku tentang dimas.

H-3 wisuda
Siang ini aku berangkat ke kampus dengan sangat malas. Kalau tidak demi cika mana mau aku ke kampus panas-panas begini. Walaupun cika sering membuatku jengkel tapi dia sangat perhatian kepadaku. Dia selalu mendukung semua hal yang menurut dia baik buat aku. dia selalu ada buat aku baik dalam keadaan suka maupun duka. Sampai kapanpun dia akan tetap menjadi teman yang terbaik.
Belum selesai aku memuji cika, dia sudah bertingkah yang tidak-tidak. Dia mengoyak tubuhku, menunjukkan sesosok laki-laki di depan perpustakaan. Yah kalian pasti sudah tau, siapa lagi kalau bukan dimas.
Cika menyeretku menuju perpustakaan, memaksaku untuk mengikutinya. Sampai-sampai dia tak sadar dia telah menabrak sosok laki-laki yang dilihatnya tadi. Braaaakkkkk ! semua buku yang cika bawa jatuh berserakan di lantai, wajah cika langsung memerah seperti tomat. Cika menahan malu yang amat sangat. “ini nih bukunya, maaf” dimas mengagetkan. “eh, eh makasi, maaf aku yang salah” sahut cika dengan salah tingkah. “aku yang salah kok, maaf. Kalian tidak kenapa2 kan ?” tanya dimas sambil memperhatikan sekujur tubuhku dan cika. “tidak apa2 kok” jawab cika sambil tersenyum manis. Sebelum cika meneruskan kalimatnya aku buru-buru berpamitan kepada dimas.
“haduh mel, kenapa sih kamu ? gak suka banget lihat teman sendiri bahagia” celetuk cika. “terserah loh deh, aku nganterin kamu buat ngumpulin tugas akhirmu bukan untuk bertemu dimas” jawabku jengkel. “haduh mel, kamu gak lihat apa gimana khawatirnya dimas kepadaku, dia memperhatikan sekujur tubuhku, dia tak ingin tubuhku lecet sedikitpun. Dugaan ku benar sekali mel dia pasti juga merasakan apa yang aku rasakan” cerocos cika panjang lebar sampe2 dia tak sadar telah aku tinggalkan sedari tadi.

H-2 wisuda
Sore ini aku dan cika ke warung tenda yang biasanya ku datangi saat perut keroncongan melanda. dan ketika kita lagi asyik-asyiknya makan tiba-tiba dimas datang. Dimas lagi-lagi melambaikan tangannya ke arah kita dan juga menegur sapa. “hei kalian makan disini juga ?”Tanya dimas. cika dengan cepat bertanya balik “iya, kamu tumben makan disini ?” “iya, tadi aku lihat kalian makan disini, yah sekalian aja biar ada temen ngobrolnya” jawab dimas sekenanya.
“mel, tuh kan dimas suka sama aku. Buktinya dia rela makan disini, padahal kan biasanya dia gak suka makan di tempat kayak begini” bisik cika kepadaku. Aku tidak menanggapi omongan cika barusan. Aku meneruskan makanku dan bergegas mengajak cika pulang sebelum cika bertingkah lagi.
Sasampai di kost aku langsung masuk kamar. Gak biasanya cika gak cerita tentang dimas. batinku. “mel, bukain pintunya dong, tumben banget kamu kunci pintunya” teriak cika. Belum lama aku membatin cika sudah teriak duluan. Aku membuka pintu kamarku langsung ditampar cerocosnya cika. dia bercerita panjang lebar tentang dimas, tentang asumsi-asumsi kalau dimas suka sama dial ah. Tentang dimas yang selalu memperhatikanlah dan sebagainya. Semua yang diceritakan tentang dimas.
“sudah ceritanya ?” kataku. “kamu kok gitu sih mel ?”Tanya cika dengan nada jengkel. “kamu tuh jangan kegeeran, siapa tau semua yang dilakukan dimas bukan untukmu, siapa tau untuk….. ” jawabku menggantung. “untuk siapa mel ?” desak cika. “kalau bukan untuk ku untuk siapa mel, yang selalu sama aku kan kamu. Untuk kamu maksudnya ? jangan bilang kamu juga suka dimas ? iya ?”cerocos cika mendesak. Aku hanya diam menanggapi omongan cika. “sudahlah mel jangan terlalu berharap, jelas-jelas dia itu suka sama aku. siap-siap patah hati deh kamu”tambah cika sambil meninggalkan kamarku.
Aku duduk tertegun sambil melipat kaki. Ku akui aku juga suka dimas. hanya saja aku menyukaina dengan caraku sendiri, tidak seperti cika yang selalu kegeeran setiap kali dimas melakukan sesuatu padahal itu belum tentu untuknya.

Epilog
Suasana siang ini masih tetap sama seperti pagi tadi. Senyuman para wisudawan masih mengembang di bibir para wisudawan lulusan tahun ini. mereka sangat terlihat bahagia telah mendapatkan gelar ahli madya yang telah dinanti-nanti selama ini. tak sedikit juga yang menangis bahagia, terharu akan gelar yang telah didapat dengan perjuangan yang tak mudah. Dan akhirnya mereka bisa lulus tepat waktu dan bisa membuat orang tua mereka bangga.
Aku tak lupa mengabadikan momen bahagia ini. aku berfoto bersama orang tua dan juga teman-temanku. Raut bahagia sangat terlihat di muka orang-orang di sekelilingku saat ini. aku dan cika berfoto bersama. Mengabadikan momen paling bahagia selama di kampus ini. saking asyiknya berfoto kita tak sadar kalau ada yang memperhatikan kita dari tadi. Dan menunggu kita selesai berfoto.
“hei, boleh aku berfoto dengan mu?” Tanya dimas. cika dengan perasaan senang langsung mengangguk. Padahal jelas-jelas dimas tidak mengajak cika. “kamu maksudku” dengan menunjuk aku. demi apa dimas mengajak ku berfoto, apakah selama ini dimas menyukaiku ? apakah selama ini sapaan dia itu untuk ku ? apakah kesengajaan di warung tenda waktu itu karena aku ? sederet pertanyaan muncul di otak ku. Cika disampingku hanya bisa diam mematung. Dia tidak menyangka kalau yang diajak dimas berfoto itu aku bukan cika. Cika mencoba menahan bulir-bulir air matanya agar tidak terjatuh di depan dimas.
Setelah aku berfoto dengan dimas. dimas mengajak ku berbicara berdua di depan kolam. Aku tak sabar mendengarkan kalimat itu keluar dari mulut dimas. aku menanti-nanti kalimat itu selama ini.
“mel, aku mau Tanya sama kamu, tapi jangan ketawa ya” kata dimas
“mau Tanya apa?”jawabku tersenyum sedikit tertawa tak sabar menunggu kalimat itu.
“tuh kan, kamu ketawa” kata dimas
“okelah, aku janji aku gak ketawa” jawabku pura-pura serius
“cika itu sudah punya pacar belum ? aku ingin foto dengannya tapi aku takut dianya gak mau. Makanna aku ngajak kamu kesini, aku mau minta tolong bilangin ke cika aku mau foto sama dia” kata dimas mengagetkanku.
Ternyata kalimat yang kunanti dari mulut dia siang ini tak akan pernah terucap. Selama ini dia menyukai cika.
Aku hanya bisa diam mematung di depan dimas. cika kamu beruntung. Untuk kali ini kamu yang menang.